Jumat, 08 Mei 2020

Membaca Buku Kumpulan Puisi Buah Karya Taufik Ismail untuk Menemukan Pesan dan Menerapkannya dalam Kehidupan


                           Sumber: Dokumen penulis



Puisi merupakan bagian dari sastra imajinatif.

Puisi dibangun oleh dua unsur:
1. Bangun struktur puisi
2. Lapis makna puisi.

Bangun struktur puisi:
1. Bunyi
2. Kata
3. Baris
4. Bait
5. Tipografi.

Bangun struktur puisi adalah unsur pembangun puisi yang bisa dilihat.

Penjelasan mengenai  kelima hal di atas ada di buku Aminudin dengan judul  Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Sebagai berikut di bawah.

1. Bunyi

Bila berbicara tentang masalah bunyi dalam puisi, kita harus memahami konsep tentang:
1) rima, yang di dalamnya masih mengandung berbagai aspek, meliputi (a) asonansi atau runtun g, (b) aliterasi atau purwakanti, (c) rima akhir, (d) rima dalam,  (e) rima rupa, (f) rima identik, dan  (g) rima sempurna.

2) irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas,  baik berupa alunan  keras-lunak, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana serta nuansa makna tertentu.

Timbulnya  irama itu, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral, dan

3) ragam bunyi meliputi bunyi euphony, bunyi cacophony, dan anomatope.

Rima adalah bunyi yang berselang/berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi.

Istilah euphony sebagai salah satu ragam bunyi yang mampu menuansakan suasana keriangan, vitalitas maupun gerak. Bunyi euphony umumnya berupa bunyi-bunyi vokal.

Anda sendiri dapat mengetahui bahwa kata-kata yang mengandung sesuatu yang menyenangkan  umumnya mengandung bunyi vokal, seperti tampak pada kata "gembira",  "bernyanyi",  dan "berlari".

Bunyi cacophony adalah bunyi yang menuansakan suasana ketertekanan batin, kebekuan, kesepian ataupun kesedihan. Bunyi cacophony umumnya berupa bunyi-bunyi konsonan yang berada di akhir kata.

Onomatopoeia atau sering disebut onomatope, sebagai bunyi dalam puisi yang umumnya hanya memberikan sugesti suara yang sebenarnya.

Bunyi yang disugestikan itu bisa berupa bunyi binatang, tik-tik air hujan, gemuruh ombak, dan lain-lainnya. Bunyi "kuk-kuk ru yuuk" sebagai peniru bunyi ayam jantan berkokok.

2. Kata

Berdasarkan  bentuk dan isi, kata-kata dalam puisi dapat dibedakan  antara
(1) lambang
(2) utterance atau indice
(3) simbol.

Lambang,  yakni bila kata-kata itu mengandung makna seperti makna dalam kamus (makna leksikal) sehingga acuan maknanya tidak menunjuk pada berbagai macam  kemungkinan lain (makna denotatif).

Utterance atau  indice, yakni kata-kata yang mengandung makna sesuai dengan keberadaan dalam konteks pemakaian.

Simbol, yakni bila kata-kata itu mengandung makna ganda (makna konotatif).

Untuk memahami simbol seseorang harus menafsirkannya (interpretatif) dengan melihat bagaimana hubungan makna kata tersebut dengan makna kata lainnya (analisis kontekstual), sekaligus berusaha menemukan fitur semantisnya lewat kaidah proyeksi. Mengembalikan kata ataupun bentuk larik (kalimat) ke dalam bentuk yang lebih sederhana lewat pendekatan parafratis.

Kata-kata dalam puisi tidak diletakkan secara acak, tetapi dipilih, ditata, diolah, dan diatur penyairnya secara cermat. Pemilihan kata untuk mengungkapkan suatu gagasan disebut diksi.

Diksi yang baik tentu berhubungan dengan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mengajak daya imajinasi pembaca.

Dalam hal cara penataan kosakata sehingga menjadi sesuatu yang lebih bermakna, kita tidak lepas dari masalah gaya bahasa.

3.  Baris

Istilah baris atau larik dalam puisi, pada dasarnya sama dengan istilah kalimat dalam prosa.

Hanya saja, sesuai dengan hak kepangarangan yang diistilahkan dengan licentia poetica, maka wujud,  ciri-ciri,  dan peranan larik dalam puisi tidak begitu saja disamakan secara menyeluruh dengan kalimat dalam karya prosa.

Hal itu dapat dimaklumi karena bila kalimat dalam karya prosa secara jelas di awali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan titik. Hal yang demikian tidak selamanya dijumpai dalam puisi.

Baris dalam puisi juga sering kali mengalami pelesapan, yakni penghilangan salah satu atau beberapa bentuk dalam suatu larik untuk mencapai kepadatan dan keefektifan bahasa.

4.  Bait

Satuan yang lebih besar dari larik biasa disebut dengan bait. Pengertian bait adalah kesatuan larik yang berada dalam satu kelompok dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik (bait) lainnya.

Peranan bait dalam puisi adalah untuk membentuk suatu kesatuan makna dalam rangka mewujudkan pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok larik lainnya.

5. Tipografi

Cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk- bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual disebut tipografi.

Peranan tipografi dalam puisi, selain untuk menampilkan aspek artistik visual,  juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu.


Lapis makna puisi memiliki pengertian sebaliknya.

Lapis makna puisi meliputi pesan atau amanat puisi.

Buku kumpulan puisi atau antologi puisi dapat dijadikan sarana untuk menemukan pesan puisi.

Tirani dan Benteng merupakan judul buku kumpulan puisi buah karya Taufik Ismail.

Kita dapat mengapresiasinya.

Di bawah ditampilkan puisi, bagian dari buku itu.

NASEHAT-NASEHAT KECIL ORANG TUA
PADA ANAKNYA BERANGKAT DEWASA

Jika adalah yang harus kau lakukan
Ialah menyampaikan kebenaran

Jika adalah yang tidak bisa diperjualbelikan
Ialah yang bernama keyakinan

Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman

Jika adalah yang harus kau agungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan

Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid di jalan ilahi.


                                                      April,      1965


Puisi di atas dibangun oleh sebuah judul dan sepuluh baris atau larik.

Puisi di atas termasuk  puisi singkat. Tapi bisa juga disebut puisi panjang. Makna atau pesan yang dikandungnya panjang.

Judul Puisi:

NASEHAT-NESEHAT KECIL ORANG TUA
PADA ANAKNYA BERANGKAT DEWASA

Baris pertama dan kedua:

Jika adalah yang harus kau lakukan
Ialah menyampaikan kebenaran

Kebenaran adalah apa yang datang dari Tuhan yaitu Alloh SWT, bukan manusia.

Solat fardhu lima waktu adalah kebenaran. Demikian pula, puasa romadhon adalah kebenaran. Dan juga yang lain-lainnya yang datang dari Alloh SWT.

Kita, Umat Islam menyuruh orang Islam untuk melaksanakan sholat fardhu lima waktu. Itu merupakan menyampaikan kebenaran.

Demikian pula, menyuruh orang Islam untuk melaksanakan puasa romadhon. Itu merupakan menyampaikan kebenaran.

Termasuk menyampaikan kebenaran yaitu mengajak orang Islam agar membaca Al - Quran secara rutin. Apalagi di Bulan Romadhon sebaiknya lebih banyak lagi membaca Al - Quran. Mumpung pahalanya dilipatgandakan lebih banyak lagi.

Menasehati penguasa agar menjalankan kebijakan bidang ekonomi sesuai Islam. Itu juga menyampaikan kebenaran. Termasuk pula bidang politik dan bidang-bidang yang lainnya.

Menyampaikan kebenaran, istilah agamanya yaitu amar ma'ruf.

Itulah pesan atau amanat puisi baris pertama dan kedua di atas.

Baris ketiga dan keempat:

Jika adalah yang tidak bisa diperjualbelikan
Ialah yang bernama keyakinan

Mempunyai pesan yaitu tetap beragama Islam.  Tidak murtad meski sesaat. Tidak tergoda oleh apapun. Termasuk harta yang berlimpah sekalipun. Iman dan Islam terbawa mati disamping tauqwa kepada Alloh SWT.

Alangkah bahagianya orang seperti ini. Semoga kitapun demikian   aaamiiinn..

Baris kelima dan keenam:

Jika adalah yang harus kau tumbangkan
Ialah segala pohon-pohon kezaliman

Mempunyai pesan yaitu tidak berdiam diri melihat kemungkaran atau kemaksiatan. Baik kemungkaran yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau negara.

Kemungkaran harus diubah. Diubah dengan tangan atau lisan atau hati.

Istilah agamanya yaitu nahi mungkar.

Jika berdiam diri ketika ada kemungkaran dihadapannya akan mengundang azab atau murka Alloh. Kalau sudah begitu maka akibat buruknya bukan hanya menimpa orang yang dzolim, orang yang tidak dzolimpun bisa terkena. Lebih parahnya lagi bila berdoa tidak akan terkabul.

Kita berlindung kepada Alloh  SWT dari berdiam diri melihat kemungkaran. Terutama kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa.

Baris ketujuh dan kedelapan:

Jika adalah yang harus kau agungkan
Ialah hanya Rasul Tuhan

Ini mempunyai pesan yaitu mengimani para Nabi dan Rasul Alloh SWT. Wajib mengetahui dua puluh lima Nabi dan Rasul. Mulai Nabi Adam AS. sampai Nabi Muhammad SAW.

Mencontoh Nabi Muhammad SAW dalam menjalani kehidupan ini. Tak lupa sering membaca solawat dan salam kepada Beliau.

Baris kesembilan dan kesepuluh:

Jika adalah kesempatan memilih mati
Ialah syahid dijalan ilahi.

Mempunyai pesan yaitu agar seorang muslim harus mempunyai keinginan meninggal dalam keadaan syahid. Meninggal ketika berperang untuk meninggikan kalimat Alloh SWT, itu termasuk syahid.

Demikian pula meninggal  ketika wabah virus meIanda suatu daerah, itupun termasuk syahid.

Berdawah atau melakukan amar maruf nahi mungkar kepada pengusa. Kemudian penguasa itu membunuhnya. Itupun termasuk syahid. Bahkah disebut pemimpin shuhada. Sama kedudukannya dengan Hamzah, Sahabat sekaligus Paman Nabi sebagai pemimpin suhada. Beliau gugur ketika berjihad di medan perang.

Puisi ini dibuat bulan April, tahun 1965. Meski sudah lama. Tetap pesan yang dikandungnya dapat kita terapkan dalam menjalani kehidupan ini. Bahkan sampai alam dunia ini runtuh.

Semoga kita bisa menerapkannya  aamiiiinn!

Puisi yang lainnya berjudul DENGAN PUISI, AKU.

DENGAN PUISI, AKU

Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenanlah kiranya.

                                                                    1965


Puisi-puisi lainnya buah karya Taufik Ismail di bawah ini.


SEBUAH JAKET BERLUMUR DARAH


Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan 'Selamat tinggal perjuangan'
Beriklar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atap bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
LANJUTKAN PERJUANGAN!


                         
                                                                  1966




KARANGAN BUNGA


Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu

'Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi.'


                                                                  1966






DARI CATATAN
SEORANG DEMONSTRAN


Inilah peperangan
Tanpa jenderal, tanpa senapan
Pada hari-hari yang mendung
Bahkan tanpa harapan

Di sinilah keberanian diuji
Kebenaran dicoba dihancurkan
Pada hari-hari berkabung
Di depan menghadang ribuan lawan.


                                                                  1966



MIMBAR


Dari mimbar ini telah dibicarakan
Pikiran-pikiran dunia
Suara-suara kebebasan
Tanpa ketakutan

Dari mimbar ini diputar lagi
Sejarah kemanusiaan
Pengembangan teknologi
Tanpa ketakutan

Di kampus ini
Telah dipahatkan
Kemerdekaan

Segala despot dan tiran
Tidak bisa merobohkan
Mimbar kami.


                                                                     1966


SEORANG TUKANG RAMBUTAN
PADA ISTRINYA


"Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula
Mereka kehausan dalam panas bukan main
Terbakar muka di atas truk terbuka
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu
Biarlah sepuluh ikat juga
Memang sudah rezeki mereka
Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
"Hidup tukang rambutan! Hidup tukang rambutan!"
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
"Hidup pak rambutan!" sorak mereka

Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar
"Hidup pak rambutan!" sorak mereka
"Terima kasih,  pak, terima kasih!
Bapak setuju kami, bukan?"
Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara
"Doakan perjuangan kami, pak,"
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasih mereka
"Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!"
Saya tersedu, bu. Saya tersedu
Belum pernah seumur hidup
Orang berterima-kasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita.

                                                                 1966



DOA


Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani

Ampunlah kami
Ampunilah
Amin

Tuhan kami
Telah terlalu mudah kami
Menggunakan asmaMu
Bertahun di negeri ini
Semoga Kau rela menerima kembali
Kami dalam barisanMu

Ampuni kami
Ampunilah
Amin.



                                                                1966



BENTENG


Sesudah siang panas yang meletihkan
Sehabis tembakan-tembakan yang tak bisa kita balas
Dan kita kembali ke kampus ini berlindung
Bersandar dan berbaring,  ada yang merenung

Di lantai bungkus nasi bertebaran
Dari para dermawan tidak dikenal
Kulit duku dan pecahan kulit rambutan
Lewatlah di samping Kontingen Bandung
Ada yang berjaket Bogor.  Mereka dari mana-mana
Semuanya kumal,  semuanya tak bicara
Tapi kita tidak akan terpatahkan
Oleh seribu senjata dari seribu tiran

Tak sempat lagi kita pikirkan
Keperluan-keperluan kecil seharian
Studi,  kamar-tumpangan dan percintaan
Kita tak tahu apa yang akan terjadi sebentar malam
Kita mesti siap saban waktu, siap saban jam.


                                                                  1966




DARI IBU SEORANG DEMONSTRAN


"Ibu telah merelakan kalian
Untuk berangkat demonstrasi
Karena kalian pergi menyempurnakan
Kemerdekaan negeri ini"

Ya, ibu tahu, mereka tidak menggunakan gada
Atau gas airmata
Tapi langsung peluru tajam
Tapi itulah yang dihadapi
Ayah kalian armarhum
Delapan belas tahun yang lalu

Pergilah pergi, setiap pagi
Setelah dahi dan pipi kalian
Ibu ciumi
Mungkin ini pelukan penghabisan
(Ibu itu menyeka sudut matanya)

Tapi ingatlah, sekali lagi
Jika logam itu memang memuat nama kalian
(Ibu itu tersedu sesaat)

Ibu relakan
Tapi jangan di saat terakhir
Kauteriakkan kebencian
Atau dendam kesumat
Pada seseorang
Walaupun betapa zalimnya
Orang itu

Niatkanlah menegakkan kalimah Allah
Di atas bumi kita ini
Sebelum kalian melangkah setiap pagi
Sunyi dari dendam dan kebencian
Kemudian lafazkan kesaksian pada Tuhan
Serta Rasul kita yang tercinta

Pergilah pergi
Iwan, Ida dan Hadi
Pergilah pergi
Pagi ini

(Mereka telah berpamitan dengan ibu tercinta
Beberapa saat tangannya meraba rambut mereka
Dan berangkatlah mereka bertiga
Tanpa menoleh lagi,  tanpa kata-kata).


                                                                   1966


HORISON


Kami tidak bisa dibubarkan
Apalagi dicoba dihalaukan
Dari gelanggang ini

Karena ke kemah kami
Sejarah sedang singgah
Dan mengulurkan tangannya yang ramah

Tidak ada lagi sekarang waktu
Untuk merenung panjang, untuk ragu-ragu
Karena jalan masih jauh
Karena Arif telah gugur
Dan luka-luka duapuluh-satu.


                                                                  1966


BEBERAPA URUSAN KITA


Tentang nasib angkatan ini
Itulah adalah urusan sejarah
Tapi tentang menegakkan kebenaran
Itu urusan kita

Apakah cuaca akan cemas di atas
Hingga selalu kita bernaung mendung
Apakah jantung kita masih berdegup kencang
Dan barisan kita selalu bukit-batu-karang?

Berjagalah terus. Berjagalah!
Siang kita bila berlucut laras senapan
Malam kita bila terancam penyergapan
Berjagalah terus. Berjagalah!

Mungkin kita tak akan melihat hari nanti
Mungkin tidak kau. Tidak aku. Siapa bisa tahu
Tapi itu urusan Tuhan
Masalah kemenangan, ketenteraman tanpa tiran

Tentang nasib angkatan ini
Itu urusan sejarah
Tetapi tentang menegakkan kebenaran
Itu urusan kita.

                                                                  1966



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar